E-COMMERCE
Istilah E-commerce atau
(Electronic commerce) yang biasa disebut juga Perdagangan elektronik adalah
suatu proses pembelian, penjualan, pertukaran barang dan jasa antara dua belah
pihak melalui sistem elektronik seperti internet atau televisi. E-commerce
dapat melibatkan transfer dana elektronik, pertukaran data elektronik, sistem
manajemen inventori otomatis, dan sistem pengumpulan data otomatis. E-commerce
merupakan aktifitas pembelian dan penjualan melalui jaringan internet dimana
pembeli dan penjual tidak.
JENIS-JENIS
TRANSAKSI E-COMMERCE
bertemu secara
langsung, melainkan berkomunikasi melalui media internet. E-commerce memiliki
berbagai macam jenis transaksi dalam menerapkan sistemnya.
Jenis-jenis transaksi e-commerce diantaranya sebagai
berikut :
1. Collaborative Commerce (C- Commerce)
Collaborative
Commerce yaitu kerjasama secara elektronik antara rekan bisnis. Kerja sama ini
biasanya terjadi antara rekan bisnis yang berada pada jalur penyediaan barang
(supply Chain).
2. Business to Business (B2B)
E-Commerce
tipe ini meliputi transaksi antar organisasi yang dilakukan di Electronic
market.
3. Business-to-Consumers (B2C)
Business-to-Consumers
yaitu penjual adalah suatu organisasi dan pembeli adalah individu.
4. Consumer-to-Business (C2B)
Dalam
Consumer-to-Business konsumen memberitahukan kebutuhan atas suatu produk atau
jasa tertentu, dan para pemasok bersaing untuk
menyediakan produk atau jasa tersebut ke konsumen
5. Customer to Customer (C2C)
Customer to
Customer yaitu konsumen menjual secara langsung ke konsumen lain atau
mengiklankan jasa pribadi di Internet. Dalam Customer to Customer
seseorang menjual produk atau jasa ke orang
lain. Dapat juga disebut sebagai pelanggan ke
palanggan yaitu orang yang menjual produk
dan jasa ke satu sama lain.
PERATURAN
PERDAGANGAN LUAR NEGRI
Umumnya perdagangan diregulasikan melalui perjanjian
bilateral antara dua negara. Selama berabad-abad dibawah kepercayaan dalam merkantilisme
kebanyakan negara memiliki tarif tinggi dan banyak pembatasan dalam perdagangan
internasional. pada abad ke 19, terutama di Britania, ada kepercayaan akan
perdagangan bebas menjadi yang terpenting dan pandangan ini mendominasi
pemikiran di antaranegara barat untuk beberapa waktu sejak itu di mana hal
tersebut membawa mereka ke kemunduran besar Britania. Pada tahun-tahun sejak perang
dunia II perjanjian multilateral kontroversial seperti GATT danWOT memberikan usaha untuk membuat regulasi global
dalam perdagangan internasional. Kesepakatan perdagangan tersebut kadang-kadang
berujung pada protes dan ketidakpuasan dengan klaim dari perdagangan yang tidak
adil yang tidak menguntungkan secara mutual.
Perdagangan bebas biasanya didukung dengan kuat oleh
sebagian besar negara yang berekonomi kuat, walaupun mereka kadang-kadang
melakukan proteksi selektif untuk industri-industri yang penting secara
strategis seperti proteksi tarif untuk agrikultur oleh Amerika
Serikat dan Eropa. Belanda dan Inggris Raya
keduanya mendukung penuh perdagangan bebas di mana mereka secara ekonomis
dominan, sekarang Amerika Serikat, Inggris,
Australia
dan Jepang
merupakan pendukung terbesarnya. Bagaimanapun, banyak negara lain (seperti
India, Rusia, dan Tiongkok) menjadi pendukung perdagangan bebas karena telah
menjadi kuat secara ekonomi. Karena tingkat tarif turun ada juga keinginan
untuk menegosiasikan usaha non tarif, termasuk investasi luar negri langsung,
pembelian, dan fasilitasi perdagangan.
Wujud lain dari biaya transaksi
dihubungkan dengan perdagangan pertemuan dan prosedur cukai.
Umumnya kepentingan agrikultur biasanya dalam koridor
dari perdagangan bebas dan sektor manufaktur seringnya didukung oleh proteksi.
Ini telah berubah pada beberapa tahun terakhir, bagaimanapun. Faktanya, lobi
agrikultur, khususnya di Amerika Serikat, Eropa dan Jepang, merupakan
penanggung jawab utama untuk peraturan tertentu pada perjanjian internasional
besar yang memungkinkan proteksi lebih dalam agrikultur dibandingkan kebanyakan
barang dan jasa lainnya.
Selama reses ada seringkali tekanan domestik untuk meningkatkan tarif
dalam rangka memproteksi industri dalam negri. Ini terjadi di seluruh dunia
selama Depresi Besar membuat kolapsnya perdagangan
dunia yang dipercaya memperdalam depresi tersebut.
Regulasi dari perdagangan internasional diselesaikan
melalui World Trade Organization pada level global, dan melalui beberapa
kesepakatan regional seperti MerCOSUR di Amerika
Selatan, NAFTA antara Amerika
Serikat, Kanada
dan Meksiko,
dan Uni Eropa
antara 27 negara mandiri. Pertemuan Buenos Aires tahun 2005 membicarakan
pembuatan dari Free Trade Area of America (FTAA) gagal total karena
penolakan dari populasi negara-negara Amerika Latin. Kesepakatan serupa seperti
MAI (Multilateral
Agreement on Invesment) juga gagal pada tahun-tahun terakhir.
Ada 3 ruang lingkup yurisdiksi yang dimiliki suatu
negara berkenaan dengan penetapan dan pelaksanaan pengawasan terhadap setiap
peristiwa, setiap orang dan setiap benda. Ketiga ruang lingkup tersebut
terdiri dari:
1. Yurisdiksi untuk
menetapkan ketentuan pidana (jurisdiction to prescrebi atau legislative
jurisdiction atau prespective jurisdiction);
2. Yurisdiksi untuk
menerapkan atau melaksanakan ketentuan yang telah ditetapkan oleh badan
legislatif (executive jurisdiction);
3. Yurisdiksi untuk
memaksakan ketentuan hukum yang telah dilaksanakan oleh badan eksekutif atau
yang telah diputuskan oleh badan peradilan (enforcement jurisdiction
atau jurisdiction to ajudicate).
Dalam hal penanggulangan tindak pidana internasional,
dikenal asas au dedere au judicare, yang berarti “Setiap Negara berkewajiban
untuk menuntut dan mengadili pelaku tindak pidana internasional dan
berkewajiban untuk bekerjasama dengan negara lain di dalam menangkap, menahan
dan menuntut serta mengadili pelaku tindak pidana internasional.”
PERATURAN
MENGENAI IT TAHUN 2008
Undang-Undang
No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik mengatur secara
jelas mengenai hal-hal yang terkait dengan cyberspace dan transaksi elektronik,
sebagaimana yang akan dijelaskan sebagai berikut :
·
Informasi Elektronik dan Dokumen Elektronik
Informasi
elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak
terbatas pada tulisan, suara gambar peta, rancangan, foto, electronic data
interchange (EDI), surat elektronik (Electronic Mail), telegram
teleks, telecopy, atau sejenisnya, dan lain sebagainya. Berdasarkan
Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2) menyatakan bahwa informasi Elektronik
dan/atau hasil cetaknya adalah alat bukti hukum yang sah dan merupakan
perluasan dari alat bukti yang sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di
Indonesia.
·
Transaksi Elektronik
Penyelenggaraan
transaksi elektronik dalam dilakukan dalam lingkup ataupun privat. Hal ini pun
harus didukung oleh itikad baik dari para pihak yang melakukan interaksi
dan/atau pertukaran selama berjalannya transaksi. Hal ini diatur secara jelas
dalam Pasal 17. Transaksi Elektronik dapat dituangkan dalam kontrak elektronik,
dimana apabila sebuah transaksi elektronik dituangkan dalam sebuah kontrak
elektronik, maka kontrak tersebut akan mengikat para pihak.
Transaksi
Elektronik dalam ruang cyber dapat juga dituangkan dalam sebuah kontrak
elektronik yang mengikat para pihak yang menyetujui kontrak tersebut. Dimana
dalam kontrak tersebut para pihak dapat memilih kewenangan hukum untuk mengadili
jika terjadi sengketa terhadap transaksi elektronik yang dibuat.
·
Tanda Tangan Elektronik
Adanya UU
ITE memberikan pengakuan secara tegas adanya tanda tangan elektronik yang
memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum yang sama dengan tanda tangan konvesional
selama tanda tangan tersebut dapat dijadikan alat untuk melakukan verifikasi
dan autentifikasi penandatangan yang bersangkutan.
·
Kontrak Elektronik
Dalam UU ITE
terdapat penegasan terhadap pengakuan kontrak yang dibuat secara elektronik.
Pasal 1 angka 17 menjelaskan bahwa “Kontrak Elektronik adalah perjanjian para
pihak yang dibuat melalui Sistem Elektronik”. Dengan demikian pada dasarnya
Kontrak Elektronik ini merupakan suatu bentuk perjanjian yang perbuatannya yang
dilakukan melalui Sistem Elektronik. UU ITE tidak mengatur secara tegas
syarat-syarat suatu kontrak dapat diakui sebagai kontrak elektronik. Dengan
demikian segala syarat yang diatur mengenai kontrak (perjanjian) dalam Buku III
KUHP Perdata berlaku untuk menentukan syarat sahnya suatu kontrak elektronik
tersebut.
·
Perbuatan yang Dilarang dan Ketentuan Pidana
Mengingat
dalam penggunaan suatu sistem elektronik dan teknologi informasi kerap
menimbulkan suatu permasalahan, maka UU ITE telah mengatur secara tegas setiap
perbuatan yang dikategorikan sebagai Perbuatan yang Dilarang (Cyber Crime)
yang dapat menimbulkan kewajiban pidana bagi setiap orang yang melakukan
perbuatan tersebut. Perbuatan tersebut diatur dalam Pasal 27 sampai dengan
Pasal 37 Undang-Undang ITE.
·
Penyelesaian Sengketa
Terkait dengan
penyelesaian sengketa perdata, UU ITE telah mengatur kemungkinan diajukannya
gugatan terhadap setiap pihak yang menyelenggarakan Sistem Elektronik dan/atau
menggunakan Teknologi Informasi yang menimbulkan kerugian (Pasal 38). Dengan
demikian setiap pihak yang merasa dirugikan dengan adanya Sistem Elektronik
atau penggunaan suatu teknologi informasi dapat mengajukan gugatan terhadap
pihak tertentu. Tata cara mengajukan gugatan ini dilakukan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Selain
daripada itu UU ITE juga membuka kemungkinan bagi masyarakat untuk mengajukan
gugatan perwakilan (Class Action) terhadap pihak-pihak yang
menyelenggarakan Sistem Elektronik dan/atau menggunakan Teknologi Informasi
yang berakibat merugikan masyarakat (Pasal 38 ayat 2). Gugatan Class Action
inilah yang kerap dilakukan oleh masyarakat terhadap setiap penyelenggara
Sistem Elektronik.
Selain
penggunaan forum pengadilan dalam penyelesaian sengketa terkait dengan
penyelenggaraan Sistem Elektronik dan/atau penggunaan Teknologi Informasi, UU
ITE membuka kemungkinan dilakukannya penyelesaian sengketa alternatif (alternative
dispute resolution) untuk menyelesaikan sengketa tersebut, dengan demikian
UU ini memungkinkan para pihak untuk mengajukan sengketa tersebut untuk
diselesaikan melalui forum arbitrase.
·
Penyidikan
Penyidikan terhadap setiap dugaan
tindak pidana Cyber, dilakukan berdasarkan ketentuan dalam Hukum Acara Pidana
dan ketentuan dalam UU ITE, dimana selain Penyidik Pejabat Polisi Negara
Republik Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu dilingkungan
pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang Teknologi
Informasi dan Transaksi Elektronik juga diberikan wewenang khusus sebagai
penyidik tindak pidana di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik
(Pasal 43).
http://www.pajak.go.id/content/e-commerce-di-indonesia-sudah-diatur-dalam-uu-perdagangan
http://teguharifiyadi.blogspot.co.id/2009/08/perlindungan-konsumen-e-commerce-dalam.html
https://danielanugrah10.wordpress.com/2012/06/03/tiga-problema-hukum-dalam-transaksi-bisnis-internasional-di-era-globalisasi-ekonomi/
http://pn-kotabumi.go.id/index.php/tentang-kami/wilayah-yurisdiksi/121-news/latest-news
Tidak ada komentar:
Posting Komentar