Kamis, 07 April 2016

TUGAS KE-4



E-COMMERCE
Istilah E-commerce atau (Electronic commerce) yang biasa disebut juga Perdagangan elektronik adalah suatu proses pembelian, penjualan, pertukaran barang dan jasa antara dua belah pihak melalui sistem elektronik seperti internet atau televisi. E-commerce dapat melibatkan transfer dana elektronik, pertukaran data elektronik, sistem manajemen inventori otomatis, dan sistem pengumpulan data otomatis. E-commerce merupakan aktifitas pembelian dan penjualan melalui jaringan internet dimana pembeli  dan  penjual  tidak.

JENIS-JENIS TRANSAKSI E-COMMERCE
bertemu secara langsung, melainkan berkomunikasi melalui media internet. E-commerce memiliki berbagai macam jenis transaksi dalam menerapkan sistemnya.
Jenis-jenis transaksi e-commerce diantaranya sebagai berikut :
1.      Collaborative Commerce (C- Commerce)
Collaborative Commerce yaitu kerjasama secara elektronik antara rekan bisnis. Kerja sama ini biasanya terjadi antara rekan bisnis yang berada pada jalur penyediaan barang (supply Chain).
2.      Business to Business (B2B)
E-Commerce tipe ini meliputi transaksi antar organisasi yang dilakukan di Electronic market.
3.      Business-to-Consumers (B2C)
Business-to-Consumers yaitu penjual adalah suatu organisasi dan pembeli adalah individu.
4.      Consumer-to-Business (C2B)
Dalam Consumer-to-Business konsumen memberitahukan kebutuhan atas suatu produk atau jasa tertentu, dan  para pemasok  bersaing  untuk  menyediakan  produk atau  jasa  tersebut  ke konsumen
5.      Customer to Customer (C2C)
Customer to Customer yaitu konsumen menjual secara langsung ke konsumen lain atau mengiklankan jasa pribadi di Internet. Dalam Customer to Customer seseorang  menjual  produk  atau  jasa ke  orang  lain.  Dapat  juga  disebut sebagai pelanggan  ke  palanggan  yaitu  orang  yang menjual  produk  dan  jasa  ke  satu sama lain.


PERATURAN PERDAGANGAN LUAR NEGRI
Umumnya perdagangan diregulasikan melalui perjanjian bilateral antara dua negara. Selama berabad-abad dibawah kepercayaan dalam merkantilisme kebanyakan negara memiliki tarif tinggi dan banyak pembatasan dalam perdagangan internasional. pada abad ke 19, terutama di Britania, ada kepercayaan akan perdagangan bebas menjadi yang terpenting dan pandangan ini mendominasi pemikiran di antaranegara barat untuk beberapa waktu sejak itu di mana hal tersebut membawa mereka ke kemunduran besar Britania. Pada tahun-tahun sejak perang dunia II perjanjian multilateral kontroversial seperti GATT danWOT  memberikan usaha untuk membuat regulasi global dalam perdagangan internasional. Kesepakatan perdagangan tersebut kadang-kadang berujung pada protes dan ketidakpuasan dengan klaim dari perdagangan yang tidak adil yang tidak menguntungkan secara mutual.
Perdagangan bebas biasanya didukung dengan kuat oleh sebagian besar negara yang berekonomi kuat, walaupun mereka kadang-kadang melakukan proteksi selektif untuk industri-industri yang penting secara strategis seperti proteksi tarif untuk agrikultur oleh Amerika Serikat dan Eropa. Belanda dan Inggris Raya keduanya mendukung penuh perdagangan bebas di mana mereka secara ekonomis dominan, sekarang Amerika Serikat, Inggris, Australia dan Jepang merupakan pendukung terbesarnya. Bagaimanapun, banyak negara lain (seperti India, Rusia, dan Tiongkok) menjadi pendukung perdagangan bebas karena telah menjadi kuat secara ekonomi. Karena tingkat tarif turun ada juga keinginan untuk menegosiasikan usaha non tarif, termasuk investasi luar negri langsung, pembelian, dan fasilitasi perdagangan. Wujud lain dari biaya transaksi dihubungkan dengan perdagangan pertemuan dan prosedur cukai.
Umumnya kepentingan agrikultur biasanya dalam koridor dari perdagangan bebas dan sektor manufaktur seringnya didukung oleh proteksi. Ini telah berubah pada beberapa tahun terakhir, bagaimanapun. Faktanya, lobi agrikultur, khususnya di Amerika Serikat, Eropa dan Jepang, merupakan penanggung jawab utama untuk peraturan tertentu pada perjanjian internasional besar yang memungkinkan proteksi lebih dalam agrikultur dibandingkan kebanyakan barang dan jasa lainnya.
Selama reses ada seringkali tekanan domestik untuk meningkatkan tarif dalam rangka memproteksi industri dalam negri. Ini terjadi di seluruh dunia selama Depresi Besar membuat kolapsnya perdagangan dunia yang dipercaya memperdalam depresi tersebut.
Regulasi dari perdagangan internasional diselesaikan melalui World Trade Organization pada level global, dan melalui beberapa kesepakatan regional seperti MerCOSUR di Amerika Selatan, NAFTA antara Amerika Serikat, Kanada dan Meksiko, dan Uni Eropa antara 27 negara mandiri. Pertemuan Buenos Aires tahun 2005 membicarakan pembuatan dari Free Trade Area of America (FTAA) gagal total karena penolakan dari populasi negara-negara Amerika Latin. Kesepakatan serupa seperti MAI (Multilateral Agreement on Invesment) juga gagal pada tahun-tahun terakhir.
Ada 3 ruang lingkup yurisdiksi yang dimiliki suatu negara berkenaan dengan penetapan dan pelaksanaan pengawasan terhadap setiap peristiwa, setiap orang dan setiap benda.  Ketiga ruang lingkup tersebut terdiri dari:
1.      Yurisdiksi untuk menetapkan ketentuan pidana (jurisdiction to prescrebi atau legislative jurisdiction atau prespective jurisdiction);
2.      Yurisdiksi untuk menerapkan atau melaksanakan ketentuan yang telah ditetapkan oleh badan legislatif (executive jurisdiction);
3.      Yurisdiksi untuk memaksakan ketentuan hukum yang telah dilaksanakan oleh badan eksekutif atau yang telah diputuskan oleh badan peradilan (enforcement jurisdiction atau jurisdiction to ajudicate).
Dalam hal penanggulangan tindak pidana internasional, dikenal asas au dedere au judicare, yang berarti “Setiap Negara berkewajiban untuk menuntut dan mengadili pelaku tindak pidana internasional dan berkewajiban untuk bekerjasama dengan negara lain di dalam menangkap, menahan dan menuntut serta mengadili pelaku tindak pidana internasional.”

PERATURAN MENGENAI IT TAHUN 2008
Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik mengatur secara jelas mengenai hal-hal yang terkait dengan cyberspace dan transaksi elektronik, sebagaimana yang akan dijelaskan sebagai berikut :
·         Informasi Elektronik dan Dokumen Elektronik
Informasi elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara gambar peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik (Electronic Mail), telegram teleks, telecopy, atau sejenisnya, dan lain sebagainya. Berdasarkan Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2) menyatakan bahwa informasi Elektronik  dan/atau hasil cetaknya adalah alat bukti hukum yang sah dan merupakan perluasan dari alat bukti yang sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia.
·         Transaksi Elektronik
Penyelenggaraan transaksi elektronik dalam dilakukan dalam lingkup ataupun privat. Hal ini pun harus didukung oleh itikad baik dari para pihak yang melakukan interaksi dan/atau pertukaran selama berjalannya transaksi. Hal ini diatur secara jelas dalam Pasal 17. Transaksi Elektronik dapat dituangkan dalam kontrak elektronik, dimana apabila sebuah transaksi elektronik dituangkan dalam sebuah kontrak elektronik, maka kontrak tersebut akan mengikat para pihak.
Transaksi Elektronik dalam ruang cyber dapat juga dituangkan dalam sebuah kontrak elektronik yang mengikat para pihak yang menyetujui kontrak tersebut. Dimana dalam kontrak tersebut para pihak dapat memilih kewenangan hukum untuk mengadili jika terjadi sengketa terhadap transaksi elektronik  yang dibuat.
·         Tanda Tangan Elektronik
Adanya UU ITE memberikan pengakuan secara tegas adanya tanda tangan elektronik yang memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum yang sama dengan tanda tangan konvesional selama tanda tangan tersebut dapat dijadikan alat untuk melakukan verifikasi dan autentifikasi penandatangan yang bersangkutan.
·         Kontrak Elektronik
Dalam UU ITE terdapat penegasan terhadap pengakuan kontrak yang dibuat secara elektronik. Pasal 1 angka 17 menjelaskan bahwa “Kontrak Elektronik adalah perjanjian para pihak yang dibuat melalui Sistem Elektronik”. Dengan demikian pada dasarnya Kontrak Elektronik ini merupakan suatu bentuk perjanjian yang perbuatannya yang dilakukan melalui Sistem Elektronik. UU ITE tidak mengatur secara tegas syarat-syarat suatu kontrak dapat diakui sebagai kontrak elektronik. Dengan demikian segala syarat yang diatur mengenai kontrak (perjanjian) dalam Buku III KUHP Perdata berlaku untuk menentukan syarat sahnya suatu kontrak elektronik tersebut.
·         Perbuatan yang Dilarang dan Ketentuan Pidana
Mengingat dalam penggunaan suatu sistem elektronik dan teknologi informasi kerap menimbulkan suatu permasalahan, maka UU ITE telah mengatur secara tegas setiap perbuatan yang dikategorikan sebagai Perbuatan yang Dilarang (Cyber Crime) yang dapat menimbulkan kewajiban pidana bagi setiap orang yang melakukan perbuatan tersebut. Perbuatan tersebut diatur dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 37 Undang-Undang ITE.
·         Penyelesaian Sengketa
Terkait dengan penyelesaian sengketa perdata, UU ITE telah mengatur kemungkinan diajukannya gugatan terhadap setiap pihak yang menyelenggarakan Sistem Elektronik dan/atau menggunakan Teknologi Informasi yang menimbulkan kerugian (Pasal 38). Dengan demikian setiap pihak yang merasa dirugikan dengan adanya Sistem Elektronik atau penggunaan suatu teknologi informasi dapat mengajukan gugatan terhadap pihak tertentu. Tata cara mengajukan gugatan ini dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Selain daripada itu UU ITE juga membuka kemungkinan bagi masyarakat untuk mengajukan gugatan perwakilan (Class Action) terhadap pihak-pihak yang menyelenggarakan Sistem Elektronik dan/atau menggunakan Teknologi Informasi yang berakibat merugikan masyarakat (Pasal 38 ayat 2). Gugatan Class Action inilah yang kerap dilakukan oleh masyarakat terhadap setiap penyelenggara Sistem Elektronik.
Selain penggunaan forum pengadilan dalam penyelesaian sengketa terkait dengan penyelenggaraan Sistem Elektronik dan/atau penggunaan Teknologi Informasi, UU ITE membuka kemungkinan dilakukannya penyelesaian sengketa alternatif (alternative dispute resolution) untuk menyelesaikan sengketa tersebut, dengan demikian UU ini memungkinkan para pihak untuk mengajukan sengketa tersebut untuk diselesaikan melalui forum arbitrase.
·         Penyidikan
Penyidikan terhadap setiap dugaan tindak pidana Cyber, dilakukan berdasarkan ketentuan dalam Hukum Acara Pidana dan ketentuan dalam UU ITE, dimana selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu dilingkungan pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik juga diberikan wewenang khusus sebagai penyidik tindak pidana di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik (Pasal 43).



Tidak ada komentar:

Posting Komentar