Rabu, 27 April 2016

TUGAS KE - 6



PENGGELAPAN PAJAK

Penggelapan pajak (tax evasion) adalah tindak pidana karena merupakan rekayasa subyek (pelaku) dan obyek (transaksi) pajak untuk memperoleh penghematan pajak secara melawan hukum (unlawfully), dan penggelapan pajak boleh dikatakan merupakan virus yang melekat (inherent) pada setiap sistem pajak yang berlaku di hampir setiap yurisdiksi. Penggelapan pajak mempunyai risiko terdekteksi yang inherent pula, serta mengundang sanksi pidana badan dan denda. Tidak tertutup kemungkinan bahwa untuk meminimalkan risiko terdeteksi biasanya para pelaku penggelapan pajak akan berusaha menyembunyikan atau mengaburkan asal-usul "hasil kejahatan" (proceeds of crime) dengan melakukan tindak kejahatan lanjutannya yaitu praktik pencucian uang, agar dapat memaksimalkan utilitas ekspektasi pendapatan dari penggelapan pajak tersebut. Oleh sebab itulah tindak kejahatan di bidang perpajakan termasuk salah satu tindak pidana asal (predicate crime) dari tindak pidana pencucian uang.

Peraturan Penggelapan Pajak

Pasal 38: Perbuatan alpa dalam pidana pajak, Tidak menyampaikan SPT, Menyampaikan SPT tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar (bukan untuk pertama kali), dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan Negara, dikenakan sanksi pidana Kurungan maksimal satu tahun, atau Denda maksimal dua kali pajak yang terutang atau kurang dibayar.

Pasal 39 Ayat (1): Perbuatan sengaja :
  • Tidak mendaftarkan diri;
  • Menyalahgunakan NPWP/NPPKP;
  • Tidak menyampaikan SPT;
  • Menyampaikan SPT yang isinya tidak benar/tidak lengkap;
  • Menolak untuk dilakukan pemeriksaan;
  • Memperlihatkan pembukuan palsu/dipalsukan;
  • Tidak menyelenggarakan/memperlihatkan/meminjamkan Pembukuan;
  • Tidak menyimpan buku, catatan, dokumen cfm pasal 28 ayat (11) UU KUP;
  • Tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong/dipungut,
Sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan Negara, dikenakan sanksi pidana Penjara minimal 6 bulan maksimal 6 Tahun dan Denda minimal 2 kali maksimal 4 kali jumlah pajak  yang terutang/kurang dibayar

Contoh Kasus Penggelapan Pajak

Kasus Penggelapan Pajak Oleh PT. Asian Agri Group

PT Asian Agri Group (AAG) adalah salah satu induk usaha terbesar kedua di Grup Raja Garuda Mas, perusahaan milik Sukanto Tanoto. Menurut majalah Forbes, pada tahun 2006 Tanoto adalah keluarga paling kaya di Indonesia, dengan kekayaan mencapai US$ 2,8 miliar (sekitar Rp 25,5 triliun). 

Terungkapnya dugaan penggelapan pajak oleh PT AAG, bermula dari aksi Vincentius Amin Sutanto (Vincent) membobol brankas PT AAG di Bank Fortis Singapura senilai US$ 3,1 juta pada tanggal 13 November 2006. Vincent saat itu menjabat sebagai group financial controller di PT AAG – yang mengetahui seluk-beluk keuangannya. Perbuatan Vincent ini terendus oleh perusahaan dan dilaporkan ke Polda Metro Jaya. Vincent kabur ke Singapura sambil membawa sejumlah dokumen penting perusahaan tersebut. Dalam pelariannya inilah terjadi jalinan komunikasi antara Vincent dan wartawan Tempo.

Pada tanggal 1 Desember 2006 VAS sengaja datang ke KPK untuk membeberkan permasalahan keuangan PT AAG yang dilengkapi dengan sejumlah dokumen keuangan dan data digital.Salah satu dokumen tersebut adalah dokumen yang berjudul “AAA-Cross Border Tax Planning (Under Pricing of Export Sales)”, disusun pada sekitar 2002. Dokumen ini memuat semua persiapan transfer pricing PT AAG secara terperinci. Modusnya dilakukan dengan cara menjual produk minyak sawit mentah (Crude Palm Oil) keluaran PT AAG ke perusahaan afiliasi di luar negeri dengan harga di bawah harga pasar – untuk kemudian dijual kembali ke pembeli riil dengan harga tinggi. Dengan begitu, beban pajak di dalam negeri bisa ditekan. Selain itu, rupanya perusahaan-perusahaan luar negeri yang menjadi rekanan PT AA sebagian adalah perusahaan fiktif.

Pembeberan Vincent ini kemudian ditindaklanjuti oleh KPK dengan menyerahkan permasalahan tersebut ke Direktorat Pajak – karena memang permasalahan PT AAG tersebut terkait erat dengan perpajakan. Direktur Jendral Pajak, Darmin Nasution, kemudian membentuk tim khusus yang terdiri atas pemeriksa, penyidik dan intelijen. Tim ini bekerja sama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan Kejaksaan Agung. Tim khusus tersebut melakukan serangkaian penyelidikan – termasuk penggeledahan terhadap kantor PT AAG, baik yang di Jakarta maupun di Medan.

Berdasarkan hasil penyelidikan  tersebut (14 perusahaan diperiksa), ditemukan terjadinya penggelapan pajak yang berupa penggelapan pajak penghasilan (PPh) dan pajak pertambahan nilai (PPN). Selain itu juga "bahwa dalam tahun pajak 2002-2005, terdapat Rp 2,62 triliun penyimpangan pencatatan transaksi. Yang berupa menggelembungkan biaya perusahaan hingga Rp 1,5 triliun. mendongkrak kerugian transaksi ekspor Rp 232 miliar. mengecilkan hasil penjualan Rp 889 miliar. Lewat modus ini, Asian Agri diduga telah menggelapkan pajak penghasilan untuk badan usaha senilai total Rp 2,6 triliun. Perhitungan SPT Asian Agri yang digelapkan berasal dari SPT periode 2002-2005. Hitungan terakhir menyebutkan penggelapan pajak itu diduga berpotensi merugikan keuangan negara hingga Rp 1,3 triliun.
Dari rangkaian investigasi dan penyelidikan, pada bulan Desember 2007 telah ditetapkan 8 orang tersangka, yang masing-masing berinisial ST, WT, LA, TBK, AN, EL, LBH, dan SL. Kedelapan orang tersangka tersebut merupakan pengurus, direktur dan penanggung jawab perusahaan. Di samping itu, pihak Depertemen Hukum dan HAM juga telah mencekal 8 orang tersangka tersebut.

Terungkapnya kasus penggelapan pajak oleh PT AAG tidak terlepas dari pemberitaan investigatif Tempo – baik koran maupun majalah – dan pengungkapan dari Vincent. Dalam konteks pengungkapan suatu perkara, apalagi perkara tersebut tergolong perkara kakap, mustinya dua pihak ini mendapat perlindungan sebagai whistle blower. Kenyataannya, dua pihak ini di-blaming. Alih-alih memberikan perlindungan, aparat penegak hukum malah mencoba mempidanakan tindakan para whistle blower ini. Vincent didakwa dengan pasal-pasal tentang pencucian uang – karena memang dia, bersama rekannya, sempat mencoba mencairkan uang PT AAG. 
Penyelesaian :
PT Asian Agri Group (AAG) diduga telah melakukan penggelapan pajak (tax evasion)selama beberapa tahun terakhir sehingga menimbulkan kerugian negara senilai trilyunan rupiah. 
peraturan perundangan mengancam pelaku tindak pidana perpajakan dengan sanksi pidana penjara dan denda yang cukup berat, akan tetapi nyatanya masih ada celah hukum untuk meloloskan para penggelap pajak dari ketok palu hakim di pengadilan. Pasal 44B UU No.28/2007 membuka peluang out of court settlement bagi tindak pidana di bidang perpajakan. Ketentuan itu mengatur bahwa atas permintaan Menteri Keuangan, Jaksa Agung dapat menghentikan penyidikan. Dengan demikian, kasus berakhir (case closed) jika wajib pajak yang telah melakukan kejahatan itu telah melunasi beban pajak beserta sanksi administratif berupa denda. 
Jadi, penyelesaian kasus tindak pidana perpajakan oleh Asian Agri Group meski masuk kategori “Perlawanan Aktif terhadap Pajak” sekalipun – tetap dapat diselesaikan di luar sidang pengadilan. Dengan demikian, harapan kita bergantung pada Menteri Keuangan dan Jaksa Agung sebagai pihak yang paling menentukan dalam proses penyelesaian tindak pidana perpajakan ini




Sumber :

TUGAS KE - 5



CYBER CRIME
Cyber Crime adalah sebuah bentuk kriminal yang mana menggunakan internet dan komputer sebagai alat atau cara untuk melakukan tindakan kriminal. Masalah yang berkaitan dengan kejahatan jenis ini misalnya hacking, pelanggaran hak cipta, pornografi anak, eksploitasi anak, carding dan masih bnyak kejahatan dengan cara internet. Juga termasuk pelanggaran terhadap privasi ketika informasi rahasia hilang atau dicuri, dan lainnya.
Konsep cyber crime
Menurut Forester & Morrison (1994) menyatakan bahwa “Cybercrime sebagai aksi kriminal dimana komputer digunakan sebagai senjata utama”.  Sedangkan menurut Eoghan Casey (2011) berpendapat “Cybercrime mengacu pada setiap kejahatan yang melibatkan komputer dan jaringan, termasuk kejahatan yang tidak bergantung pada komputer”. Dan menurut Tavani (2000) mengemukakan bahwa “Cybercrime yaitu kejahatan dimana tindakan criminal hanya bisa dilakukan dengan menggunakan teknologi cyber dan terjadi di dunia maya
Hacker Hitam dan Hacker Putih
Black hats(hacker hitam) merupakan seorang hacker yang  melakukan aktivitas hackingnya untuk tujuan kejahatan. Kejahatan yang dilakukan dari berupa menjebol situs hingga mencuri berbagai dokumen rahasia milik organisasi lainnya. Aksi yang mereka biasa lakukan menggunakan cara-cara yang sudah umum seperti brute force attack, menjebol firewalls atau menggunakan keyloggers.
White hats(hacker putih) adalah para pakar keamanan internet. hacker merupakan seorang yang cerdas sehingga mampu menemukan bugs atau celah keamanan dalam sebuah jaringan. Maka dari itu, seorang hacker akan disebut baik apabila setelah menemukan celah keamanan tersebut, ia langsung memberitahukannya kepada sang developer tentang hal tersebut sehingga developer tersebut akan segera membetulkannya. Banyak sekali perusahaan yang mempekerjakan seorang hacker hanya untuk mencari celah keamanan yang ada di jaringannya.

Undang-undang Yang Mengatur Tentang Cybercrime
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Internet & Transaksi Elektronik (ITE) Undang-undang ini, yang telah disahkan dan diundangkan pada tanggal 21 April 2008, walaupun sampai dengan hari ini belum ada sebuah PP yang mengatur mengenai teknis pelaksanaannya, namun diharapkan dapat menjadi sebuah undang-undang cyber atau cyberlaw guna menjerat pelaku-pelaku cybercrime yang tidak bertanggungjawab dan menjadi sebuah payung hukum bagi masyarakat pengguna teknologi informasi guna mencapai sebuah kepastian hukum.

Pasal 29 UU ITE tahun 2008 : Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang berisi ancaman kekerasaan atau menakut-nakuti yang dutujukkan secara pribadi (Cyber Stalking). Ancaman pidana pasal 45 (3) Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam pasal 29 dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

Pasal 30 UU ITE tahun 2008 ayat 3 : Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses computer dan/atau system elektronik dengan cara apapun dengan melanggar, menerobos, melampaui, atau menjebol system pengaman (cracking, hacking, illegal access). Ancaman pidana pasal 46 ayat 3 setiap orang yang memebuhi unsure sebagaimana dimaksud dalam pasal 30 ayat 3 dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) dan/atau denda paling banyak Rp 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).
Contoh kasus :
PEMBOBOLAN BANK
Pencurian uang nasabah terus marak terjadi di Jakarta, dan kota-kota besar lainnya. Kali ini polisi mengungkap pencurian uang nasabah bank melalui layanan internet banking, yang disediakan pihak bank.
“Tersangka mengambil uang dengan membobol user ID atau data nasabah. Milik korban berinisial AS dan WRS,” kata Kasat Cyber Crime Polda Metro Jaya, AKBP Winston Tommy Watuliu, dalam keterangan persnya di Polda Metro Jaya, Jakarta, Selasa (2/2).
Selanjutnya, kata Winston, pelaku melakukan pengacakan password nasabah dengan menggunakan data-data pribadi para korban. Setelah berhasil menemukan password, maka uang nasabah yang tercantum di-usser ID itu dipindahkan ke beberapa rekening penampung, dan selanjutnya uang yang berhasil dicuri digunakan untuk kepentingan pribadi.
“Pelaku melakukan konfigurasi pin ke pasword, dengan megunakan data-data lahir nasabah, yang dilakukan untuk menggunakan pembobolan,” jelas Winston.
Dia menjelaskan, umumnya nasabah bank menggunakan tanggal lahir sebagai nomor pin atau password ID di layanan internet banking bank tersebut. Sehingga pelaku dapat dengan mudah menggasak uang nasabah, ketika pin yang dimasukan cocok dengan milik nasabah.
“Diupayakan data rahasia nasabah bank jangan menggunakan data yang diketahui orang lain, seperti tanggal lahir,” imbuhnya.
Ditanya nama bank swasta yang dirugikan dalam kasus ini, Winston enggan membeberkan nama bank tersebut. Dia hanya mengatakan hanya 1 bank saja yang dirugikan dalam kasus ini. Lebih lanjut dia mengatakan, kasus ini terjadi pada 25 Januari 2009 sampai Agustus 2009, di kawasan Jakarta Selatan.
Dalam kasus polisi telah menetapkan seorang tersangka dan melakukan penahanan, terhadap pria berinisial EYN, usia sekitar 30 tahun. Sedangkan seorang tersangka lainnya berinisial HH masih dalam pencarian.
“EYN profesinya jobless (pengangguran), sebelumnya dia bekerja sebagai karyawan swasta,” paparnya. Dia mengatakan, EYN berlatar pendidikan S1 perguruan tinggi di Jakarta, dan tidak memiliki riwayat bekerja pada perusahaan perbankan.
Tersangka terancam pasal 363 KUHP, UU No 25 Tahun 2003 tentang pencucian uang, dan UU No 11 Tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik. Dengan ancaman hukuman lebih dari 4 tahun penjara.
Ada pun barang bukti yang disita polisi antara lain, 1 buah lapotop, 1 buah modem internet, 1 buah flash disk, dan 1 buah telepon genggam. Dalam kejahatan ini, sedikitnya 2 orang menjadi korban pembobolan rekening via internet banking tersebut, yakni AS dengan kerugian RP 60 juta dan WRS dengan kerugian sebesar Rp 610 ribu. Keduanya merupakan karyawan swasta.

Di Indonesia pernah terjadi kasus cybercrime yang berkaitan dengan kejahatan bisnis, tahun 2000 beberapa situs atau web Indonesia diacak-acak oleh cracker yang menamakan dirinya Fabianclone dan naisenodni. Situs tersebut adalah antara lain milik BCA, Bursa Efek Jakarta dan Indosatnet (Agus Raharjo, 2002.37).
Selanjutnya pada bulan September dan Oktober 2000, seorang craker dengan julukan fabianclone berhasil menjebol web milik Bank Bali. Bank ini memberikan layanan internet banking pada nasabahnya. Kerugian yang ditimbulkan sangat besar dan mengakibatkan terputusnya layanan nasabah (Agus Raharjo 2002:38).
Kejahatan lainnya yang dikategorikan sebagai cybercrime dalam kejahatan bisnis adalah Cyber Fraud, yaitu kejahatan yang dilakukan dengan melakukan penipuan lewat internet, salah satu diantaranya adalah dengan melakukan kejahatan terlebih dahulu yaitu mencuri nomor kartu kredit orang lain dengan meng-hack atau membobol situs pada internet.

Analisa: :
Kesigapan dan kewaspadaan kita sebagai nasabah bank untuk mengantisipasi hal tersebut haruslah secermat mungkin. Contohnya, jangan menggunakan password atau nomor PIN dengan tanggal lahir ataupun kombinasi angka yang dapat dengan mudah diketahui orang. Kita sebagai nasabah memang diberikan kemudahan dengan fitur serta fasilitas canggih dari pihak bank. Namun, di era globalisasi saat ini, teknologi yang semakin maju merupakan buah simalakama apabila kita tidak dapat mengantisipasinya. Tetapi, kita tidak boleh takut untuk menghadapi perubahan zaman. Seyogyanya teknologi itu diciptakan adalah untuk mempermudah manusia di dalam kehidupan sehari-hari. Jadi jangan takut untuk menggunakan teknologi asal tepat guna serta selalu waspada untuk mengantisipasi kejahatan dunia cyber yang akan semakin marak.


Sumber :

Kamis, 07 April 2016

TUGAS KE-4



E-COMMERCE
Istilah E-commerce atau (Electronic commerce) yang biasa disebut juga Perdagangan elektronik adalah suatu proses pembelian, penjualan, pertukaran barang dan jasa antara dua belah pihak melalui sistem elektronik seperti internet atau televisi. E-commerce dapat melibatkan transfer dana elektronik, pertukaran data elektronik, sistem manajemen inventori otomatis, dan sistem pengumpulan data otomatis. E-commerce merupakan aktifitas pembelian dan penjualan melalui jaringan internet dimana pembeli  dan  penjual  tidak.

JENIS-JENIS TRANSAKSI E-COMMERCE
bertemu secara langsung, melainkan berkomunikasi melalui media internet. E-commerce memiliki berbagai macam jenis transaksi dalam menerapkan sistemnya.
Jenis-jenis transaksi e-commerce diantaranya sebagai berikut :
1.      Collaborative Commerce (C- Commerce)
Collaborative Commerce yaitu kerjasama secara elektronik antara rekan bisnis. Kerja sama ini biasanya terjadi antara rekan bisnis yang berada pada jalur penyediaan barang (supply Chain).
2.      Business to Business (B2B)
E-Commerce tipe ini meliputi transaksi antar organisasi yang dilakukan di Electronic market.
3.      Business-to-Consumers (B2C)
Business-to-Consumers yaitu penjual adalah suatu organisasi dan pembeli adalah individu.
4.      Consumer-to-Business (C2B)
Dalam Consumer-to-Business konsumen memberitahukan kebutuhan atas suatu produk atau jasa tertentu, dan  para pemasok  bersaing  untuk  menyediakan  produk atau  jasa  tersebut  ke konsumen
5.      Customer to Customer (C2C)
Customer to Customer yaitu konsumen menjual secara langsung ke konsumen lain atau mengiklankan jasa pribadi di Internet. Dalam Customer to Customer seseorang  menjual  produk  atau  jasa ke  orang  lain.  Dapat  juga  disebut sebagai pelanggan  ke  palanggan  yaitu  orang  yang menjual  produk  dan  jasa  ke  satu sama lain.


PERATURAN PERDAGANGAN LUAR NEGRI
Umumnya perdagangan diregulasikan melalui perjanjian bilateral antara dua negara. Selama berabad-abad dibawah kepercayaan dalam merkantilisme kebanyakan negara memiliki tarif tinggi dan banyak pembatasan dalam perdagangan internasional. pada abad ke 19, terutama di Britania, ada kepercayaan akan perdagangan bebas menjadi yang terpenting dan pandangan ini mendominasi pemikiran di antaranegara barat untuk beberapa waktu sejak itu di mana hal tersebut membawa mereka ke kemunduran besar Britania. Pada tahun-tahun sejak perang dunia II perjanjian multilateral kontroversial seperti GATT danWOT  memberikan usaha untuk membuat regulasi global dalam perdagangan internasional. Kesepakatan perdagangan tersebut kadang-kadang berujung pada protes dan ketidakpuasan dengan klaim dari perdagangan yang tidak adil yang tidak menguntungkan secara mutual.
Perdagangan bebas biasanya didukung dengan kuat oleh sebagian besar negara yang berekonomi kuat, walaupun mereka kadang-kadang melakukan proteksi selektif untuk industri-industri yang penting secara strategis seperti proteksi tarif untuk agrikultur oleh Amerika Serikat dan Eropa. Belanda dan Inggris Raya keduanya mendukung penuh perdagangan bebas di mana mereka secara ekonomis dominan, sekarang Amerika Serikat, Inggris, Australia dan Jepang merupakan pendukung terbesarnya. Bagaimanapun, banyak negara lain (seperti India, Rusia, dan Tiongkok) menjadi pendukung perdagangan bebas karena telah menjadi kuat secara ekonomi. Karena tingkat tarif turun ada juga keinginan untuk menegosiasikan usaha non tarif, termasuk investasi luar negri langsung, pembelian, dan fasilitasi perdagangan. Wujud lain dari biaya transaksi dihubungkan dengan perdagangan pertemuan dan prosedur cukai.
Umumnya kepentingan agrikultur biasanya dalam koridor dari perdagangan bebas dan sektor manufaktur seringnya didukung oleh proteksi. Ini telah berubah pada beberapa tahun terakhir, bagaimanapun. Faktanya, lobi agrikultur, khususnya di Amerika Serikat, Eropa dan Jepang, merupakan penanggung jawab utama untuk peraturan tertentu pada perjanjian internasional besar yang memungkinkan proteksi lebih dalam agrikultur dibandingkan kebanyakan barang dan jasa lainnya.
Selama reses ada seringkali tekanan domestik untuk meningkatkan tarif dalam rangka memproteksi industri dalam negri. Ini terjadi di seluruh dunia selama Depresi Besar membuat kolapsnya perdagangan dunia yang dipercaya memperdalam depresi tersebut.
Regulasi dari perdagangan internasional diselesaikan melalui World Trade Organization pada level global, dan melalui beberapa kesepakatan regional seperti MerCOSUR di Amerika Selatan, NAFTA antara Amerika Serikat, Kanada dan Meksiko, dan Uni Eropa antara 27 negara mandiri. Pertemuan Buenos Aires tahun 2005 membicarakan pembuatan dari Free Trade Area of America (FTAA) gagal total karena penolakan dari populasi negara-negara Amerika Latin. Kesepakatan serupa seperti MAI (Multilateral Agreement on Invesment) juga gagal pada tahun-tahun terakhir.
Ada 3 ruang lingkup yurisdiksi yang dimiliki suatu negara berkenaan dengan penetapan dan pelaksanaan pengawasan terhadap setiap peristiwa, setiap orang dan setiap benda.  Ketiga ruang lingkup tersebut terdiri dari:
1.      Yurisdiksi untuk menetapkan ketentuan pidana (jurisdiction to prescrebi atau legislative jurisdiction atau prespective jurisdiction);
2.      Yurisdiksi untuk menerapkan atau melaksanakan ketentuan yang telah ditetapkan oleh badan legislatif (executive jurisdiction);
3.      Yurisdiksi untuk memaksakan ketentuan hukum yang telah dilaksanakan oleh badan eksekutif atau yang telah diputuskan oleh badan peradilan (enforcement jurisdiction atau jurisdiction to ajudicate).
Dalam hal penanggulangan tindak pidana internasional, dikenal asas au dedere au judicare, yang berarti “Setiap Negara berkewajiban untuk menuntut dan mengadili pelaku tindak pidana internasional dan berkewajiban untuk bekerjasama dengan negara lain di dalam menangkap, menahan dan menuntut serta mengadili pelaku tindak pidana internasional.”

PERATURAN MENGENAI IT TAHUN 2008
Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik mengatur secara jelas mengenai hal-hal yang terkait dengan cyberspace dan transaksi elektronik, sebagaimana yang akan dijelaskan sebagai berikut :
·         Informasi Elektronik dan Dokumen Elektronik
Informasi elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara gambar peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik (Electronic Mail), telegram teleks, telecopy, atau sejenisnya, dan lain sebagainya. Berdasarkan Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2) menyatakan bahwa informasi Elektronik  dan/atau hasil cetaknya adalah alat bukti hukum yang sah dan merupakan perluasan dari alat bukti yang sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia.
·         Transaksi Elektronik
Penyelenggaraan transaksi elektronik dalam dilakukan dalam lingkup ataupun privat. Hal ini pun harus didukung oleh itikad baik dari para pihak yang melakukan interaksi dan/atau pertukaran selama berjalannya transaksi. Hal ini diatur secara jelas dalam Pasal 17. Transaksi Elektronik dapat dituangkan dalam kontrak elektronik, dimana apabila sebuah transaksi elektronik dituangkan dalam sebuah kontrak elektronik, maka kontrak tersebut akan mengikat para pihak.
Transaksi Elektronik dalam ruang cyber dapat juga dituangkan dalam sebuah kontrak elektronik yang mengikat para pihak yang menyetujui kontrak tersebut. Dimana dalam kontrak tersebut para pihak dapat memilih kewenangan hukum untuk mengadili jika terjadi sengketa terhadap transaksi elektronik  yang dibuat.
·         Tanda Tangan Elektronik
Adanya UU ITE memberikan pengakuan secara tegas adanya tanda tangan elektronik yang memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum yang sama dengan tanda tangan konvesional selama tanda tangan tersebut dapat dijadikan alat untuk melakukan verifikasi dan autentifikasi penandatangan yang bersangkutan.
·         Kontrak Elektronik
Dalam UU ITE terdapat penegasan terhadap pengakuan kontrak yang dibuat secara elektronik. Pasal 1 angka 17 menjelaskan bahwa “Kontrak Elektronik adalah perjanjian para pihak yang dibuat melalui Sistem Elektronik”. Dengan demikian pada dasarnya Kontrak Elektronik ini merupakan suatu bentuk perjanjian yang perbuatannya yang dilakukan melalui Sistem Elektronik. UU ITE tidak mengatur secara tegas syarat-syarat suatu kontrak dapat diakui sebagai kontrak elektronik. Dengan demikian segala syarat yang diatur mengenai kontrak (perjanjian) dalam Buku III KUHP Perdata berlaku untuk menentukan syarat sahnya suatu kontrak elektronik tersebut.
·         Perbuatan yang Dilarang dan Ketentuan Pidana
Mengingat dalam penggunaan suatu sistem elektronik dan teknologi informasi kerap menimbulkan suatu permasalahan, maka UU ITE telah mengatur secara tegas setiap perbuatan yang dikategorikan sebagai Perbuatan yang Dilarang (Cyber Crime) yang dapat menimbulkan kewajiban pidana bagi setiap orang yang melakukan perbuatan tersebut. Perbuatan tersebut diatur dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 37 Undang-Undang ITE.
·         Penyelesaian Sengketa
Terkait dengan penyelesaian sengketa perdata, UU ITE telah mengatur kemungkinan diajukannya gugatan terhadap setiap pihak yang menyelenggarakan Sistem Elektronik dan/atau menggunakan Teknologi Informasi yang menimbulkan kerugian (Pasal 38). Dengan demikian setiap pihak yang merasa dirugikan dengan adanya Sistem Elektronik atau penggunaan suatu teknologi informasi dapat mengajukan gugatan terhadap pihak tertentu. Tata cara mengajukan gugatan ini dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Selain daripada itu UU ITE juga membuka kemungkinan bagi masyarakat untuk mengajukan gugatan perwakilan (Class Action) terhadap pihak-pihak yang menyelenggarakan Sistem Elektronik dan/atau menggunakan Teknologi Informasi yang berakibat merugikan masyarakat (Pasal 38 ayat 2). Gugatan Class Action inilah yang kerap dilakukan oleh masyarakat terhadap setiap penyelenggara Sistem Elektronik.
Selain penggunaan forum pengadilan dalam penyelesaian sengketa terkait dengan penyelenggaraan Sistem Elektronik dan/atau penggunaan Teknologi Informasi, UU ITE membuka kemungkinan dilakukannya penyelesaian sengketa alternatif (alternative dispute resolution) untuk menyelesaikan sengketa tersebut, dengan demikian UU ini memungkinkan para pihak untuk mengajukan sengketa tersebut untuk diselesaikan melalui forum arbitrase.
·         Penyidikan
Penyidikan terhadap setiap dugaan tindak pidana Cyber, dilakukan berdasarkan ketentuan dalam Hukum Acara Pidana dan ketentuan dalam UU ITE, dimana selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu dilingkungan pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik juga diberikan wewenang khusus sebagai penyidik tindak pidana di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik (Pasal 43).